Jumat, 02 November 2012

Filsafat



Bab I.  Pendahuluan

A.        Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar di kelas, seringkali guru mengeluhkan banyaknya siswa yang sulit untuk mengungkapkan isi pikirannya atau pemahamannya terhadap materi pelajaran yang baru diajarkan. Jika dalam suatu kesempatan guru meminta siswa untuk mengungkapkan kembali suatu konsep yang baru saja dijelaskan, banyak siswa yang sama sekali tidak dapat mengungkapkan konsep yang dimaksud dengan kata-katanya sendiri. Jikapun ada yang menjawab pertanyaan guru, mereka sebatas mengulangi kata-kata yang telah diucapkan oleh guru.  Para siswa seakan sangat tergantung pada penjelasan guru. Untuk itu mereka menyimak, menuliskan, lalu menghafal untuk persiapan ulangan, tanpa mencoba memahami segala hal yang dipelajarinya itu ke dalam nalarnya. Cara belajar seperti ini, bukanlah suatu keberhasilan, dan merupakan cara belajar yang tidak kita inginkan. Mengenai nilai dan ujian, harus diakui bahwa siswa tersebut bisa menjawab pertanyaan.
Sebagian dari mereka mungkin mendapat nilai yang tinggi dan dianggap siswa yang sukses. Meskipun belum ada hasil penelitian yang kongkret, bahwa seandainya para siswa tersebut ditanya-setelah ujian selesai-apakah mereka masih ingat materi yang telah mereka pelajari, maka tidak heran kalau mereka sudah lupa apa yang telah mereka pelajari.
Proses pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas banyak kita temukan di sekolah-sekolah. Proses pembelajaran baru dilaknasakan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada tingkat rendah yakni mengetahui, memahami, dan menggunakan belum mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir kreatif yakni suatu yang paling esensi dari dimensi belajar. Sebagian besar guru belum merancang pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir (Kamdi, 2002)
Proses pembelajaran sebagian besar masih menjadikan anak tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat penjelasan guru, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat berlangsungnya ujian. Pembelajaran baru diimplementasikan pada tataran proses menyampaikan, memberikan, mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa.
Dalam tataran ini siswa yang sedang belajar bersifat pasif, menerima apa saja yang diberikan guru, tanpa diberikan kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dan diminatinya. Siswa sebagai manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia karena diberi otak, dibelenggu oleh guru. Siswa yang jelas-jelas dikaruniai otak seharusnya diberdayagunakan, difasilitasi, dimotivasi, dan diberi kesempatan, untuk berpikir, bernalar, berkolaborasi, untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan minat dan kebutuhannya serta diberi kebebasan untuk belajar. Pemahaman yang keliru bahkan telah menjadi "mitos" bahwa belajar adalah proses menerima, mengingat, mereproduksi kembali pengetahuan yang selama ini diyakini banyak tenaga keguruan perlu dirubah. Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar itu harus berbasis otak. Dengan kata lain revolusi belajar dimulai dari otak. Otak adalah organ paling vital manusia yang selama ini kurang dipedulikan oleh guru dalam pembelajaran. Pakar komunikasi mengungkapkan kalau kita ingin cerdas maka kita harus terlebih dahulu menumbangkan mitos-mitos tentang kecerdasan
Sebenarnya para guru telah menyadari bahwa pembelajaran berpikir agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-­hari adalah penting. Kesadaran ini juga telah mendasari pengembangan kurikulum kita yang kini lebih lebih mengedepankan pembelajaran konstekstual. Akan tetapi sebagian benar guru belum berbuat, belum merancang secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar (Drost, 1998, Mangunwijaya, 1998)
Menurut pandangan Slavin (1997) dalam proses pembelajaran guru hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuannnya sendiri dalam dengan mendayagunakan otaknya untuk berpikir. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara membelajarkan, mendesain informasi menjadi lebih bermakna dan lebih relevan bagi kebutuhan siswa. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak mereka agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Menurut Nur (1999), guru sebaiknya hanya memberi "tangga" yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
B.        Identifikasi Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Berfikir ?
2. Apakah yang dimaksud dengan berfikir kritis ?
3. Apakah yang dimaksud dengan berfikir kreatif ?







BAB II
LANDASAN TEORI

Menurut pendapat para ahli, defenisi berpikir itu bermacam-macam. Berikut dikemukakan beberapa pendapat tentang pengertian berpikir.
Menurut psikologi Gestalt (http://www.siaksoft.net/index.php?Option=corneonten8ctask-view&id=2498&itemid=101), "Berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indra kita. Orang dapat berpikir, tetapi berpikir itu tidak dapat diamati secara langsung„: Selanjutnya Sujanto (2001,56) menyatakan bahwa :
"Berpikir ialah gejala jiwa yang dapat rnenetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran kita mengadakan tanya jawab pikiran kita. Untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat".
Menurut Gieles (www.twlarhome.com/pipermaiUnusantara/2002­december/0007 88.htm1-19k.) yang menyatakan bahwa:
"Berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin, yaitu mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan pikiran, mencari bagaimana berbagai hal itu berhubungan satu sama lain".
Menurut Plato (dalam Suryabrata: 2002 :12): "Berpikir itu adalah berbicara dalam hati". Sehubungan dengan pendapat tersebut ada pendapat (dalam Suryabrata, 2002;12) mengatakan bahwa "Berpikir adalah aktivitas ideasional" yaitu:
1. Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif, dan
2. Bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris dan motoris, walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu mempergunakan abstraksi-abstraksi atau "ideas".
Berdasarkan beberapa pengertian tentang berpikir, maka disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas dengan menggunakan pikiran uniuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuattr, pembentukan ide, membuat pertimbangan dan keputusan atau menyelesaikan masalah.

Berpikir Kreatif
Kreatif adalah suatu proses untuk menciptakan sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya, karena meng)rasilkan sesuatu yang bersifat kreatif itu bentuk akhirnya akan mempunyai ciri-ciri kebaruan dan keunikan, meskipun unsur-unsur dasarnya sudah ada sebelumnya. Asep (www.asepfirmanl924 .blogspot.com/2005/12/menuiu-kreativitas-individu-dan.html-44k-):
“Kreatif adalah kemampuan berpikir untuk mencapai produk yang beragam dan baru yang dapat dilaksanakan, baik dalam bidang keilmuan, seni, sastra, maupun bidang lainnya dari bidang-bidang kehidupan yang banyak dimana hasil produk yang baru di sena.ngi masyarakat atau diterima sebagai suatu yang bermanfaat".
Kreatif merupakan potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat dipadukan dan dikembangkan sehingga dapat meneiptakan suafiu produk yang bana dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreatif muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri individu yang bersangkutan.
Menurut Harris (dalam Nursaumi,2003:12) dalam artikelnya yang menyatakan bahwa:
"Kreatif dapat dipandang suatu kemampuan, Sikap dan proses. Kreatif sebagai suatu kemampuan adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dengan mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide­ide yang telah ada. Kreatif sebagai sikap adalah kemampuan diri untuk melihat perubahan dan kebaruan, suatu keinginan untuk bermain dengan ide-ide dan kemungkinan-kemungkinan, kefleksibelan pemandangan, sifat menikmati kebaikan, sambil mencari cara-cara untuk memperbaikinya. Sedangkan kreatif sebagai proses adalah suatu keinginan yang terus menerus memperbaiki ide-ide dan solusi-solusi, dengan membuat perubahan yang bertahap dan memperbaiki karya-karya sebelumnya".
Orang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan untuk memungkinkan mereka memadang segala sesuatu dengan cara-eara yang baru (Deporter dkk,2000:295). Lebih lanjut Deporter (2000:292): "Seseorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin meneoba-coba, bertualang, suka berpetualang, soka bermain-main, serta intuitifdan setiap orang bepotensi untuk menjadi orang kreatif ini".
Melaui pendapat yang di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kreatif adalah kemampuan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang memungkiiilcan utrtuk menemukan terobosan-terobosan baru dalam rnenghadapi dan menyelesaikan masalah dengan cara yang baru atau unik dan mempunyai suatu keinginan untuk terus-menerus memperbaiki ide-ide dan solusi-solusi, dengan membuat penlbahan yang bertahap dan memperbaiki karya-karya sebelumnya.

Pengertian berfikir kreatif
Pembahasan pengertian berpikir kreatif tidak akan lepas dari topik kreativitas. Pada permulaan penelitian tentang la°eativitas, istilah ini biasanya dikaitkan dengan sikap seseorang yang dianggap sebagai kreatif.
Menurut Munandar (1999:48) menyatakan bahwa:
"Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau nformasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas,ketepatgunaan dan keragaman jawaban".
Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban jawaban itu harus sesuai dengan masalaljnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas atau mutu dari jawabannya.
Yudha (http: l/groups. yahoo com/ .oup/fahutanunmuUmess eag /1532) menyatakan:
"Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara
berbeda-beda. Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara
berpikir. Namun, tidak semua efektif bagi proses pemeeahan masalah. Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara. itu seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif.. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif untuk memeeahkan suatu masalah".
Kreativitas seringkali dianggap sebagai suatu kesatuan keterampilan yang di dasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi kreatif, anggapan ini tidak sepenulmya benar, walaupun memang dalam kenyataanya terlihat bahwa orang-orang tertentu memiliki kemampuan untuk menciptakan ide-ide baru dengan cepat dan beragam. Menurut Munandar (1999:48) menyatakan bahwa "Sesungguhnya bakat kreatif dimiliki semua orarrg tanpa pandang bulu dan yang lebih penting lagi ditinjau dari segi pendidikan bahwa bakat kreatif dapat ditingkatkan".
Menurut Ratna (www.pppgkes.com.modules.Qhp?name--news&file= artide &id=508-88k-mita) yang menyatakan bahwa:
"Sesungguhnya kemampuan berpikir kreati€pada dasamya dimiliki semua orang. Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk meneiptakan gagasan­gagasan baru dan orisinal. Bahkan pada orang yang rnerasa tidak mampu menciptakan ide baru pun sebenarnya bisa berpikir secara kreatif, asalkan di latih secara terus-menerus".
Berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan dengan menemukan sebanyak-banyaknya jawaban atau metode penyelesaian yang mencerminkan adanya kedalaman pemahaman, keluwesan (fleksibel), kelancaran, dan kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan ser-ta kemampuan untuk membuat kesimpulan dengan baik dan didukung oleh penalaran yang jelas.

Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan  salah satu kegiatan berpikir tingkat tinggi bersamaan dengan berpikir kreatif.Untuk berpikir kritis, seseorang harus mampu berpikir logis, analitis, dan sistematis yang merupakan aktivitas berpikir tingkat rendah.Menurut piaget setiap individu mengalami tingkat perkembangan kognitif yang teratur dan berurutan , dimulai dari tingkat sensori motor ( 0-2 tahun),praoperasional( 2-7 tahun ), pra-kongkrit (7-11 tahun) , dan operasional formal ( 11 tahun keatas ).Pada tingkat  operasional formal, berpikir kritis dapat dikembangkan.
Ada berbagai pengertian berpikir kritis menurut para ahli, diantaranya Gerhard (Mayadiana, 2005: 9) menyatakan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguatan data, analisis data evaluasi dengan mengembangkan aspek kualitatif dan kuantitatif, serta membuat keputusan  dengan berdasarkan evaluasi.
Krulik dan Rudnik (Rochimah, 2007: 5) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan , mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis informasi.Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam sekelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan refleksif.
Berpikir analitis mengandung pengertian bahwa berpikir kritis berlangsung selangkah demi selangkah. Termasuk dalam berpikir analitis adalah proses berpikir untuk mengklarifikasi, membandingkan, menarik kesimpulan dan mengevaluasi (Rochimah, 2007: 5).






Bab III.  Pembahasan
Definisi berpikir masih diperdebatkan dikalangan pakar pendidikan. Diantara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. Walaupun tafsiran mereka itu berbeda-beda, namun umunya para tokoh pemikir bersetuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu, menerokai pelbagai kemungkinan idea atau ciptaan dan membuat pertimbangan yang wajar, bagi membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dan seterusnya membuat refleksi dan metakognisi terhadap proses yang dialami. Berpikir adalah kegiatan memfokuskan pada eksplorasi gagasan, memberikan berbagai kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar.
Dalam konteks pembelajaran, pengembangan kemampuan berpikir ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah (1) mendapat latihan berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, misalnya luwes, reflektif, ingin tahu, mampu mengambil resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain lain, (2) mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik baik di dalam atau di luar sekolah, (3) menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif, (4) mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit, (5) meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan intelek mereka, dan (6) bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik
Pengembangan kemampuan berpikir mencakup 4 hal, yakni (1) kemampuan menganalisis, (2) membelajarkan siswa bagaimana memahami pernyataan, (3) mengikuti dan menciptakan argumen logis, (4) mengiliminir jalur yang salah dan fokus pada jalur yang benar (Harris, 1998). Dalam konteks itu berpikir dapat dibedakan dalam dua jenis yakni berpikir kritis dan berpikir kreatif. Bila dielaborasi perbedaan kedua jenis berpikr tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Perbandingan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif.
No
Berpikir Kritis
Berpikir Kreatif
1
Analitis
Mencipta
2
Mengumpulkan
Meluaskan
3
Hirarkis
Bercabang
4
Peluang
Kemungkinan
5
Memutuskan
Menggunakan keputusan
6
Memusat
Menyebar
7
Obyektif
Subyektif
8
Menjawab
Sebuah jawaban
9
Otak kiri
Otak kanan
10
Kata-kata
Gambaran
11
Sejajar
Hubungan
12
Masuk Akal
Kekayaan, kebaruan
13
Ya, akan tetapi....
Ya, dan ………
1. Berpikir Kritis
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan Beyer (1985) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan, Menurut Harris, Robert (1998) indikasi kemampuan berpikir kristis ada 13, yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4) probability, (5) judgment, (6) focused, (7) Objective, (8) answer, (9) Left brain, (10) verbal, (11) linear, (12) reasoning, (13) yes but.
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991) adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
Berpikir kritis itu menurutnya ada 16 karakteristik, yakni (1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3) membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan, (5) memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari akibat yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat kepercayaan, (8) melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal, seperti mate­matika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13) terbiasa menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta implikasi dari sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara validitas kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa pengertian seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak inkuiri sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang kemungkinan bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat pribadi.
Metode ilmiah merupakan metode paling ampuh yang pernah ditemukan manusia dalam rangka mengumpulkan pengetahuan. yang relevan dan reliabel tentang alam. Metode non ilmiah lebih mengarah pada emosi dan harapan umat manusia dan lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan daripada metode ilmiah. Meningkatkan pengajaran metode ilmiah dan manifestasinya yang terkenal yaitu berpikir kritis.
Berpikir kritis dapat diajarkan melalui:(1) perkuliahan, (2) laboratorium, (3) tugas rumah, (4) Sejumlah latihan, (5) Makalah, dan (6) ujian. Dengan demikian berpikir kritis dapat dimasukkan dalam kurikulum dengan mempertimbangkan: (1) siapa yang mengajarkan, (2) apa yang diajarkan, (3) kapan mengajarkan, (4) bagaimana mengajarkan, (5) bagaimana mengevaluasi, dan (6) menyimpulkan.
Sejumlah tujuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah (1) memberikan guru umum tentang konsep dalam rangka mencapai tujuan melalui petunjuk yang membantu, (2) merancang pembelajaran dengan menggunakan web dan isu yang bermanfaat, (3) memadukan berbagai hasil guruan, (4) mendorong komunitas belajar di dalam kelas, (5) menciptakan kesempatan berpikir kritis yang menyenangkan dan relevan bagi siswa.
Sedangkan strategi yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa antara lain adalah (1) mengadakan alas penilaian untuk memberikan final siswa. Menciptakan masalah merupakan 20% dari keseluruhan nilai, (2) mendeskripsikan syarat pelajaran secara mendetail sesuai silabus dengan menambah area online (alamat website) yang dapat menyediakan akses informasi secara mudah, (3) memberikan orientasi pelajaran, (4) instruktur memberi pendapat untuk siswa dalam pemberian masalah lewat e-mail untuk memberi penguatan yang positif, dan beberapa hasil pelajaran dipadukan setelah pembelajaran usai.
2. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya melakukan pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan internela dan bukan karena dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif.
Sedangkan Haris (1998) dalam artikelnya tentang pengantar berpikir kreatif menyatakan bahwa indikator orang berpikir kreatif itu meliputi: (1) Ingin tahu, (2) mencari masalah, (3) menikmati tantangan, (4) optimis, (5) mampu membedakan penilaian, (6) nyaman dengan imajinasi, (7) melihat masalah sebagai peluang, (8) melihat masalah sebagai hal yang menarik, (8) masalah dapat diterima secara emosional, (9) menantang anggapan/ praduga, dan (10) tidak mudah menyerah, berusaha keras. Dikatakanya bahwa kreativitas dapat dilihat dari 3 aspek yakni sebuah kemampuan, perilaku, dan proses.
a. Sebuah kemampuan
Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan­-gagasan baru baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada.
b. Sebuah perilaku
Kreativitas adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.
c. Sebuah proses
Kreativitas adalah proses kerja keras dan berkesimbungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik.
Selanjutnya Harris juga menyatakan bahwa untuk dapat berpikir kreatif seseorang perlu memiliki metode berpikir kreatif. Berbagai metode yang dapat dilakukan antara lain: (1) evolusi, yakni gagasan-gagasan baru berakar dari gagasan lain, solusi-solusi baru berasal dari solusi sebelumnya, hal-hal baru diperbaiki/ditingkatkan dari hal-hal lama, setiap permasalahan yang pernah terpecahkan dapat dipecahkan kembali dengan cara yang lebih baik , (2) sintesis, yakni adanya dua atau lebih gagasan-­gagasan yang ada dipadukan ke dalam gagasan yang baru, (3) revolusi, yakni gagasan baru yang terbaik merupakan hal yang benar-benar baru, sebuah perubahan dari hal yang pernah ada, (4) penerapan ulang, yakni melihat lebih jauh terhadap penerapan gagasan, solusi, atau sesuatu yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat dilihat penerapan lain yang mungkin dapat dilakukan, dan (5) mengubah arah, yakni perhatian terhadap suatu masalah dialihkan dari satu sudut pandang tertentu ke sudut pandang yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk memecahkan suatu masalah, bukan untuk menerapkan sebuah pemecahan masalah
Pada bagian lain dinyatakan bahwa perilaku negatif yang menghambat untuk berpikir kreatif, diantaranya adalah:
a. Oh tidak, sebuah masalah !
Reaksi terhadap sebuah masalah seringkali lebih besar dari pada masalah itu sendiri. Sebuah masalah adalah kesempatan dan tantangan untuk meningkatkan segala sesuatu. Masalah adalah (1) perbedaan yang ada dengan keadaan yang diinginkan, (3) menyadari atau mempercayai bila ada sesuatu yang lebih baik dari situasi saat ini, dan (3) kesempatan untuk bertindak positif.
b. lni mustahil untuk dilakukan
Perilaku seperti ini, seperti kalah sebelum bertarung. Beberapa ungkapan yang terkait dengan ini : (1) manusia tidak akan pernah terbang, (2) penyakit tak bisa ditaklukan, (3) roket tidak akan keluar dari atmosfir.
c. Aku tidak bisa melakukannya atau tak ada yang bisa dilakukan
Pemikiran yang baik dan perilaku yang positif serta kemampuan memecahkan masalah akan melesat dalam memecahkan berbagai permasalahan. Untuk dapat melakukan hal ini kuncinya adalah ketertarikan dan komitmen terhadap masalah itu sendiri.
d. Tapi saya tidak kreatif
Masalahnya ternyata bahwa kreativitas telah ditenggelamkan oleh guruan. Yang perlu dilakukan adalah mengembalikan ke permukaan.
e. Itu kekanak-kanakkan
Dalam upaya kita untuk selalu tampil dewasa dan anggun, kita sering menganggap rendah perilaku yang kreatif dan penuh permainan, yang pernah menandai masa kanak-kanak kita sendiri. Terkadang orang tertawa karena memang ada yang lucu. Tapi sering kali orang justru tertawa ketika mereka miskin akan imajinasi untuk memahami situasi yang ada.
f. Apa yang akan dipikirkan orang
Terdapat tekanan sosial untuk menyesuaikan diri untuk menjadi orang biasa saja, bukan menjadi orang kreatif. Hampir sebagian orang besar kontributor terkenal yang membawa ke peradapan lebih maju dihina, bahkan dihukum. Kemajuan hanya diciptakan oleh mereka yang cukup tegar untuk ditertawakan.
g. Aku pasti gagal
Thomas Edison, dalam risetnya untuk menemukan filamen yang dapat memijarkan lampu, melakukan lebih dari 1800 kali percobaan. Kegagalan haruslah diharapkan dan diterima. Kegagalan adalah alat untuk belajar yang dapat membantu menuju keberhasilan. Gagal adalah pertanda bahwa kita melakukan sesuatu, berusaha dan mencoba-jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.
Sedangkan hambatan mental terhadap berpikir kreatif dan pemecahan masalah, meliputi:
a. Pransangka
Gambaran yang kita miliki seringkali menghalangi kita untuk melihat lebih jauh dari pada apa yang telah kita ketahui dan percayai, sehingga menjadikan sesuatu itu mungkin ada dan mungkin teijadi.
b. Pendapat fungsional
Terkadang kita mulai melihat sebuah obyek hanya dari namanya, daripada melihat apa yang bisa dilakukannya.
c. Tak ada bantuan belajar
Jika anda memerlukan informasi, ada perpustakaan, toko buku, teman, profesor dan internet. Anda dapat belajar melakukan apapun yang anda inginkan.
d. Hambatan psikologi
Apa yang semula dianggap menjijikkan malah dapat membawa kepada solusi yang lebih baik. Makan kadal mungkin terdengar tidak enak, tapi jika itu membuat anda bertahan hidup di alam liar, itu merupakan solusi yang baik.
Untuk dapat memiliki perilaku positif untuk berpikir kreatif maka pada setiap individu siswa perlu ditumbuhkan sifat-sifat berikut:
a. Rasa ingin tahu
Orang kreatif ingin mengetahui segala hal- segalanya-hanya sekedar untuk ingin tahu. Pengetahuan tidak membutuhkan alasan.
b. Tantangan
Orang-orang kreatif suka mengidentifikasi dan mencari tantangan di balik gagasan, usulan, permasalahan, kepercayaan dan pendapat.
c. Ketidakpuasan terhadap apa yang ada
Ketika anda merasa tidak puas terhadap sesuatu, ketika anda melihat ada masalah, akankah anda mencoba memecahkan masalah dan memperbaiki keadaan. Semakin banyak masalah yang anda temui, semakin banyak pula pemecahan dan peningkatan yang dapat anda buat.
d. Keyakinan bahwa masalah pasti dapat dipecahkan
Dengan keyakinan dan didukung pengalaman, pemikir kreatif percaya bahwa sesuatu pasti dapat dilakukan untuk mengatasi masalah.
e. Kemampuan membedakan keputusan dan kritik.
Sebagian besar gagasan baru, karena masih baru dan asing, maka terlihat aneh, ganjil, bahkan, menjijikkan. Sebuah gagasan mulai tampak bagus ketika sudah lebih familiar atau dilihat dengan konteks dan batasan yang berbeda. Jika suatu gagasan paling gila sekalipun dapat dipraktekkan sebagai batu loncatan, gagasan tersebut efisien.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, usaha yang baik untuk lakukan oleh guru adalah dengan meningkatkan lingkungan belajar yang kondusif dalam menunjang perkembangan kreativitas yakni lingkungan belajar yang secara langsung memberi peluang bagi kita untuk berpikir terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu. Sebagai contoh, Hasoubah (2002) memberikan gambaran situasi belajar yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seorang untuk memberikan ide dan pendapat. Diskusi seperti ini harus dilaksanakan sedemikian rupa di mana dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan brainstorming
Brainstorming adalah teknik yang bertujuan membantu kelompok kecil supaya dapat menghasilkan ide yang bermutu. Ia berdasar pada sebuah konsep bahwa ide yang baik harus dipisahkan dari penilaian atau evaluasi terhadap mutu ide tersebut. Karena itu, di dalam brainstorming : (1) tidak ada kritik terhadap ide apapun, (2) ide harus ditulis tanpa diedit, (3) ide yang liar, lucu, atau kurang berbobot dapat diterima, (4) semua jenis saran dan pendapat sangat diharapkan, dan (5) memberikan kontribusi berdasarkan pendapat dari orang lain dapat diterima
b. Memakai cara SHEMAP
Berpikir kreatif bisa menjadi sangat abstrak, karena itu sulit untuk melihat seseorang melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian yang mengkaji fenomena ini seperti Universitas Negeri Iowa yang mengembangkan model HOTS (higher­order-thinking-skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi) sebagai mana dipaparkan Housobah (2002) menyebutkan bahwa berpikir kreatif tidak dapat dilihat, tetapi produk/hasil dari berpikir kreatif tersebut dapat di lihat. Dengan model HOTS ini seseorang dapat melangkah dari tingkatan ilmu yang sangat dasar kepada tingkatan ilmu umum (generative) yang dianggap sebagai suatu yang diciptakan dan baru. Maka kalau ilmu umum telah dihasilkan berarti proses berpikir kreatif telah terjadi.
Dari model HOTS ini, selanjutnya Hosaubah mengembangkan metode SHEMAP (Spekulasi- Hipotesis‑ Ekspansi- Modifikasi- Analogi‑ Prediksi). Sebagai contoh, ketika seseorang berspekulasi, apa manfaat mengambil mata kuliah di jurusan, Teknologi Guruan?. Pola pikir berspekulasi untuk mencari jawaban dari pernyataan tersebut adalah pola mengembangkan dan memodifikasi dalam bentuk cerita, hal ini bisa menghasilkan ide baru. Kalau dia harus membuat hipotesis terhadap apa yang akan terjadi seandainya rencana "pengambilan sidik jari oleh aparat keamanan terhadap para santri di pesantren yang dianggap menjadi sarang teroris", tindakan membuat hipotesis dan prediksi dapat menghasilkan ide yang baru. Terakhir adalah membuat analogi dan kreativitas. Ungkapan seperti ini " senyum Anda memberikan kehangatan sekaligus memberi sinar harapan bagi diri saya". Dengan membuat analogi senyum ibarat kehangatan secara jelas menjadikan seseorang berpikir kreatif.
c. Berpikir spasial
Seseorang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dengan (melakukan aktivitas) berpikir spasial. Berpikir spasial adalah berpikir dengan cara mengubah ide yang ditulis dalam bentuk prosa ke non prosa. Misalnya sebuah konsep atau teori yang ditulis dalam teks diubah menjadi sebuah diagram. Usaha mengubah forma atau penyajian ide, konsep, dan deskripsi keadaan tertentu sesuangguhnya merupakan sebuah kreativitas. Dengan menggunakan teknik brainsorming, SHEMAP, dan berpikir spasial akal seseorang dapat menjelajahi teritorial/wilayah yang tidak diketahui, “yang dengan sendirinya akan membangun kreativitas dan menjadikannya seorang pemikir kreatif”.
C. Penutup
Para guru perlu melakukan refleksi tentang cara mengajar mereka dalam mempersiapkan para siswa untuk dapat mempertahankan eksistensinya. Mereka tidak boleh berdiam diri saja. Karena, para pemuda ini kelak akan menjadi orang dewasa, akan menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan dan permasalahan. Siswa ini yang akan menjadi pemimpin di masa depan, mesti dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan permasalahan hidup. Tantangan dan permasalahan inilah yang akan dihadapi oleh ‘pemikir’.
Menurut Dimyati (1996) salah satu unsur ilmu pengetahuan adalah items, yakni ilmu pengetahuan yang berwujud berpikir rasional. Realisasi berpikir rasional tampak pada penggunaan kata, kalimat, alenea, rumus pemecahan masalah, ataupun symbol-symbol. Prasyarat untuk mewujudkan items tersebut adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, memikir dan melakukan observasi (3M+O). Dengan kata lain persyaratan dimaksud adalah kemampuan urtuk berpikir kritis dan kreatif.
Ilmu pengetahuan adalah sistem berpikir tentang dunia empiris. Oleh karena itu pembelajaran perlu mengembangkan kemampuan berpikir rasional tentang dunia empiris. Dari sisi taksonomi berpikir, maka guruan-pembelajaran berarti mendidik berpikir pada tingkat kognitif tertentu. Dengan taksonomi Bloom (2002) misalnya, didikan berpikir kritis dan kreatif terletak ­pada tingkat analisa-sintesa-evaluasi-kreasi, tidak pada tingkat dibawahnya yakni mengingat, memahami, dan menerapkan. Kalau menggunakan taksonomi Merril (1983), didikan berpikir terletak pada tingkat menemukan, tidak pada tingkat dibawahnya yakni mengingat dan menggunakan.



BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh kesimpulan umum bahwa penerapan strategi pembelajaran, telah berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis  siswa dalam proses pembelajaran.
Selain kesimpulan umum, terdapat juga kesimpulan khusus antara lain :
1.      Pelaksanaan penerapan strategi pembelajaran yang ada di sekolah secara keseluruhan dapat menunjang  tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Hal tersebut terlihat manakala strategi pembelajaran yang ada di sekolah tidak hanya berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang merupakan salah satu karakter warga negara (civic disposition), juga dapat mengembangkan keterampilan sosial (civic skill) dan meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowladge)
2.      Dalam proses penerapan strategi  pembelajaran yang ada di sekolah ditemukan beberapa  hambatan atau kendala, antara lain :
a.       Guru sulit menyusun alokasi waktu untuk menerapkan strategi pembelajaran yang ada di sekolah secara tepat mengingat banyaknya rangkaian kegiatan dalam pembelajaran.
b.      Minimnya pengetahuan dan wawasan siswa mengenai model pembelajaran sehingga siswa kurang memahami langkah-langkah pembelajaran
c.       Guru mengalami kesulitan dalam hal pengelolaan kelas terutama pada saat pembentukan kelompok dan perpindahan kelompok.
d.      Masih terdapat siswa yang kurang aktif dan lebih memilih menjadi pendengar pasif pada saat pelaksanaan penerapan strategi pembelajaran tersebut.
3.      Untuk mengatasi hambatan/kendala yang timbul dalam pelaksanaan penerapan strategi pembelajaran yang ada di sekolah, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Guru antara lain :
a.       Manejemen waktu yang baik.
b.      Meningkatkan daya kreatifitas dalam menyampaikan langkah-langkah pembelajaran dan menjalankan perannya sebagai fasilitator, mediator, serta direct of learning (orang yang mengarahkan pembelajaran).
c.       Menjalankan peran dan fungsi guru sebagai pemimpin dalam kelas dan melibatkan diri dalam pembentukan kelompok.
d.      Meningkatkan intensitas pemberian motivasi kepada siswa di setiap kesempatan selama proses pembelajaran.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
  • Mustaji, Prof Dr, Pengembangan kemampuan berfikir kritis dan kreatif
  • Beyer, B.K. 1985. Critical Thinking: What is It? Social Education, 45 (4)
  • Brookfield- 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey Bass Publiser
  • Dimyati. 1988. Landasan Keguruan Suatu Pengantar Pemikiran Keilmuan Tentang Kegiatan Guruan. Dirjen Guruan Tinggi. Depdiknas.
  • Dimyati. 1996. Guruan Keilmuan di Indonesia: Suatu, Dilema Pengajaran dan Penelitian. Jurnal Guruan Humaniora dan Sains­. September. 2(1&2)
  • Drost, 2000. Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orang Tua, Jakarta. Gramedia Widisarana, Indonesia
  • Gie,The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.
  • Hossoubafi,Z. Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . 2004. Bandung: Yayasan Nuansa Cendia
  • Kamdi, W. 2002. Mengajar Berdasarkan Model Dimensi Belajar. Gentengkali: Jurnal Guruan Dasar dan Menengah. 4 (5 dan 6): 29-35
  • Marzano. 1988. Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Va: ASCD
  • Perkins,D.N. & Weber,R.J. 1992. Inventive Mind: Creative in Technology. New York: University Press
  • Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning Center (MLC)
  • Robert. 1998. Introduction to Creative Thinking. July (1). Virtual Salt.
  • Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allin and Bacon